DEMOKRATISASI PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di
banyak negara, begitu juga di Indonesia, sekolah adalah lembaga yang dibentuk
oleh yang dibentuk oleh negara, demi kepentingan negara. Sebagaimana negara
menjadi cenderung konservatif, demikian juga sekolah sebagai lembaga
bentukannya cenderung tak suka berubah. Karena tuntutan zaman, banyak
organisasi yang bergerak maju dan mau berubah. Sekolah termasuk lembaga yang
paling malas berubah, atau malah cebderung tidak mau berubah. Karena itu,
sekolah pada dasarnya sulit unutk mereformasikan diri.
Karena
kelemahannya itu, sekolah terutama guru sering menjadi kambing hitam dari banyak
hal yang tidak diinginkan masyarakat. Ketika anak-anak keranjingan televisi,
sekolahlah yang bersalah karena tidak memberikan pendidikan media. Ketika
sering terjadi tawuran, sekolahlah penyebabnya karena sekolah kurang menanamkam
pendidikan nilai. Ketika masyarakat tidak mengenal jauh teknologi, sekolahlah
yang disalahkan karena kurang perhatian terhadap perkembngan zaman.
Masih
banyak lagi kesalahan yang sering ditimpakan kepada sekolah. Padahal bukan
hanya sekolah yang bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi di dunia
pendidikan saat ini. Semua anggota mempunyai seharusnya menyadari bahwa ini
adalah tanggung jawab bersama. Pendidikan kita akan terjamin dan bermasa depan
jika taggung jawab pendidikan tidak hanya dilakukan oleh sekolah. Namun, pendidikan
harus dikembalikan kepada masyarakat.
Untuk itu makalah ini akan membahas tentang bagaimana demokratisasi pendidikan
dalam rangka untuk menghadapi arus globalisasi.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
hakikat demokrasi dan demokratisasi pendidikan?
2. Bagaimana
demokratisasi pendidikan di
Indonesia?
3. Bagaimana
implikasi demokrasi pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Demokrasi dan Demokrasi Pendidikan
1. Definisi Demokrasi Pendidikan
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni dari kata demoscratia. Demos yang berarti rakyat dan cratos yang berarti
kekuasaan atau undang-undang. Jadi demokrasi adalah kekuasaan atau
undang-undang yang berakarkan pada rakyat.
Thurdur
Baker mengatakan demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Dan menurut Peter Salim, “Demokrasi adalah pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua Negara. Sedangkan menurut Zaki Badawi
berpendapat,"demokrasi adalah menetapkan dasar-dasar kebebasan dan
persamaan terhadap individu-individu yang tidak membedakan asal, jenis, agama
dan bahasa".
Dan
apabila dihubungkan dengan pendidikan maka definisi demokrasi pendidikan
menurut beberapa ahli adalah
sebagaimana berikut:
a.
Dalam kamus New book of
Knowledge volum 4 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan demokrasi pendidikan
adalah demokrasi yang memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua
orang, tanpa membedakan suku, kepercayaan, warna dan status social.
b.
Vebrianto
Demokrasi
pendidikan adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang lama kepada setiap
anak (peserta didik) mencapai tingkat pendidikan sekolah
yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
c.
Sugarda Purbakatwaja
Demokrasi
pendidikan adalah pengajaran pendidikan yang semua anggota masyarakat
mendapatkan pengajaran dan pendidikan secara adil.
d.
M. Muchyidin Dimjati
dan M. Roqib
Demokrasi
pendidikan adalah pendidikan yang berprinsip dasar rasa cinta dan kasih sayang
terhadap semua.
Berdasarkan
definisi diatas dapat dipahami bahwa demokrasi pendidikan merupakan suatu
pandangan yang mengutamakan hak, kewajiban dan perlakuan oleh tenaga
kependidikan terhadap peserta didik
dalam proses pendidikan.
Dan
menurut Fuad Ichsan definisi demokrasi pendidikan secara luas mengandung
tiga hal, yaitu:
a.
Rasa hormat terhadap
harkat sesame manusia
b.
Setiap manusia
memililiki perubahan ke arah pikiran
yang sehat
c.
Rela berbakti pada
kepentingan/ kesejahteraan bersama
Dan
untuk memiliki hal tersebut maka setiap warga Negara diperlukan:
a. Suatu
pengetahuan yang cukup tentang soal-soal kewarganegaraan, ketatanegaraan,
kemasyarakatan, soal-soal pemerintahan yang penting.
b. Suatu
keinsafan dan kesanggupan suatu semangat menjalankan tugasnya, dengan
mendahulukan kepentingan Negara atau masyarakat daripada kepentingan sendiri atau sekelompok kecil manusia.
c. Suatu
keinsafan dan kesanggupan memberantaskecurangan-kecurangan dan
perbuatan-perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran masyarakat.
2. Prinsip-prinsip demokrasi
dalam pendidikan
Sebelum
kita melangkah ke arah
prinsip demokrasi dalam pendidikan alangkah baiknya kita mengenal prinsip
demokrasi terlebih dahulu, yaitu:
a. Kebebasan
b. Penghormatan
terhadap manusia
c. Persamaan
d. Pembagian
kekuasaan
Dari
prinsip-prinsip demokrasi diatas maka akan ditemukan dalam pelaksanaan
pendidikan tidak akan terlepas dengan permasalahan-permasalahan yang terkait
dengan:
a. Hak
asasi setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan.
b. Kesempatan
yang sama bagi warga Negara untuk memperoleh pendidikan.
c. Hak
dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.
Hak asasi manusia adalah hak dasar
atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha
Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar
bagi hidup dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni ia tidak bisa
lepas dari dan dalam kehidupan manusia. Hak ini dimiliki manusia tanpa
perbedaan bangsa, ras, agama atau kelamin. Setelah dunia mengalami perang yang
yang melibatkan hampir seluruh wilayah dunia, timbul suatu keinginan untuk
merumuskan hak-hak asasi manusia dalam suatu naskah internasional. Usaha ini
dimulai pada tahun 1948dengan diterimanya Universal Declaration of Human Rights (pernyataan
sedunia tentang hak asasi manusia) oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB.
Setelah melalui beberapa perubahan, deklarasi ini berisi tentang hak-hak
ekonomi.politik
dan sosial.
Islam sebagai agama yang universal
juga mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sebagai sebuah konsep
ajaran, Islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sejajar dengan manusia
lainnya. Dalam sejarah konstitusi Islam terdapat dua deklarasi yang memuat
hak-hak asasi manusia yang dikenal dengan Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo.
Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk madinah yang heterogen.
Sedangkan deklarasi Kairo berisi 24 pasal hak asasi manusia berdasarkan
Al-Quran dan Sunnah.
Dari
prinsip-prinsip demokrasi diatas maka dapat dipahami bahwa ide dan nilai
demokrasi sangat dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat
dimana ia berada. Dan dari sini dapat ditarik
beberapa hal yang sangat penting diantaranya:
a. Keadilan
dalam pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga Negara dengan cara adanya
pembuktian kesetiaan dan konsisten pada system politik yang ada.
b. Dalam
rangka pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik.
c. Memiliki
suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.
Dan
melihat dari hal-hal diatas, bahwa bangsa Indonesia memiliki karakteristik yang
berbeda
dengan yang lainnya. Untuk itu, dalam pengembangan prinsip demokrasi pendidikan
yang harus berorientasikan pada cita-cita dan nilai demokrasi bangsa dengan
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai luhurnya,
wajib melindungi dan menghormati hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi
pekerti luhur serta pemenuhan setiap hak warga Negara untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran nasional dengan mengembangakan potensi yang dimiliki.
Pelaksanaan demokrasi pendidikan
di indonesia
ini sebenarnya telah diatur sejak diproklamasikan kemerdekaan hingga masa pembangunan
saat ini. hal ini tercantum dalam:
1. UUD
45 Pasal 31:
a. Tiap-tiap
warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.
b. Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional, yang diatur
undang-undang.
2. UU
Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan Nasional:
BAB
III
HAK
WARGA NEGARA UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN
Pasal
5
Setiap
warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Pasal
6
Setiap
warga Negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti
pendidikan agar meperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
sekurang-kurangnya setara
dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan sekolah
dasar.
Pasal
7
Penerimaan
seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan
dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan social dan
tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan
pendidikan yang bersangkutan.
3. GBHN
di sektor pendidikan sebagaimana
berikut:
Ayat 1. Pendidikan nasional berdasarkan pancasila,
bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian disiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri,
cerdas dan terampil serta merta jasmani dan rohani. Pendidikan juga harus mampu
menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat
kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan
iklim belajar da mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendirinya
sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. Dengan demikian pendidikan
nasional akan dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa.
Ayat 8. Dalam rangka memperluas kesempatan untuk
memperoleh pendidikan perlu ditetapkan diperhatikan kesempatan belajar dan
kesempatan meningkatkan keterampilan bagi anak dari keluarga yang krang mampu,
menyandang cacat ataupun bertempat tinggal yang terpencil. Anak didik berbakat
istimewa perlu mendapat perhatian khusus agar mereka dapat mengembangkan
kemampuan sesuai tingkatan pertumbuhan pribadinya.
Dari
apa yang tercantum dalam undang-undang dan GBHN, demokrasi adalah suatu proses
untuk memberikan suatu jaminan dan kepastian adanya persamaan dan
pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi seluruh warga Negara
Indonesia.
Pendidikan
memiliki ruang lingkup yang amat sangat luas. Hal tersebut dikarenakan
pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan
kehidupan manusia. Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
hidup dan kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan karena pendidikan
merupakan dasar kesuksesan bagi individu dan masyarakat. Secara umum ada
pandangan teoritis umum tujuan pendidikan, pertama pandangan yang
berorientasi pada kemasyarakatan dan yang kedua lebih berorientasi
pada individu yang lebih memfokuskan diri pada kebutuhan, daya tampung, dan
minat pelajar. Oleh karena itu mengapa pemerintah di
negara-negara maju sangat memperhatikan pendidikan. Hal itu disebabkan oleh
anggapan mereka tentang adanya kekuatan besar dalam pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan individu dan juga masyarakat dalam rangka mencapai
kehidupan yang lebih maju dan sejahtera.
Hubungan antara demokrasi dan pendidikan sangat erat
dan bersifat saling memberi dan saling membutuhkan. John Dewey mengatakan:”Democracy has to be born anew each
generation and education is it’s midwife”. Dan menurut Dewey pula, pendidikan
tanpa demokrasi akan menjadi kering, menjemukan dan merana. Demokrasi adalah
system bentuk kehidupan social yang ditandai dengan kontak interaksi yang
terbuka diantara warga masyarakat. Kontak-kontak interaksi ini memungkinkan
setiap individu mendapatkan pengalaman yang tidak terbatas. Pengalaman yang
diperoleh masing- masing individu ada hakikatnya merupakan pendidikan, sehingga
masing-masing individu akan mampu mengembangkan pengalaman yang diperoleh dan
dapat memperhitungkan pengalaman baru yang akan diperoleh sebagai hasil
mendapatkan pengalaman sebelumnya. Tanpa kontak interaksi tidak akan ada
pengalaman, dan tanpa pengalaman tidak ada learning.
Dan berikutnya, tanpa ada learning kontak-kontak interaksi social sangat
terbatas dan pada gilirannya akan membatasi terwujudnya demokrasi.[1]
Demokratisasi
pendidikan adalah implikasi dari dan sejalan dengan kebijakan mendorong
pengelolaan sektor pendidikan pada daerah, yang implementasinya di timgkat
sekolah. Gagasan demokratis ini didasari oleh pertimbangan yang simpel, yakni
memperbesar partisipasi masyarakat dalam
pendidikan, tidak sekedar dalam konteks retribusi uang sumbangan pendidikan.
Kemudian, gagasan demokratisasi juga dikembangkan dengan sebuah paradigma baru tentang
pelibatan siswa dalam proses pembelajaran, yang juga memberi kesempatan dalam
menentukan aktivitas belajar yang akan mereka lakukan.
Pendidikan
demokrasi merupakan proses sepanjang
hayat. Bermula dari pendidikan keluarga,di dalam masyarakat, di sekolah dasar
hingga sekolah menengah, diteguhkan di perguruan
tinggi untuk dilanjutkan sebagai pola hidup dalam berkarya. Pedidikan demokatis
hanya dapat berlangsung dengan lancar apabila kondisi lingkungan juga
demokratis.[2]
Artinya, orangtua, masyarakat, guru, karyawan, kepala sekolah juga memiliki
pola hidup demokraris.
B. Demokrasi Pendidikan
di Indonesia
Globalisasi adalah suatu keniscayaan yang takkan
terhindarkan. Dan bangsa Indonesia harus mengarungi arus globalisasi tersebut.
Membabi buta dan membebek pada globalisasi akan menjadikan pecundang dalam
proses globalisasi. Sebagaimana yang dikutip oleh Zamroni dari Gibson-Graham
globalisasi merupakan suatu konsep yang sudah masuk dalam pikaran masyarakat,
dan merupakan suatu fenomena yang mengandung suatu perubahan yang bersifat
majemuk dan drastis dalam keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, khusunya
aspek ekonomi, politik dan kultural.
Dari aspek ekonomi,perekonomian di Indonesia bergerak
ke arah perdagangan bebas, hal ini memperbesar peran tangan-tangan asing untuk
menentukan nasib negara-negara miskin. Aspek social politik Indonesia bergerak
dari sentralisasi kearah desentralisasi, kehidupan politik dan masyarakat
semakin demokratis, kebebasan berpendapat dan berserikat semakin berkembang,
dan pers semakin kokoh. Aspek cultural ditunjukan dengan adanya perubahan
perilaku masyarakat termasuk dalam berkonsumsi. Semakin deras aliran informasi
antar bangsa dan semakin intensnya komunikasi yang terjadi baik dalam sekala
nasional maupun internasional.[3]
Globalisasi berdampak luas menyusup dalam segala aspek
kehidupan masyarakat. Dampak tersebut mengakibatkan semakin terpuruknya
Negara-negara berkembang dan semakin mengokohkan Negara-negara maju. Hal ini
dikarenakan negara-negara maju memegang monopoli lima bidang yakni, teknologi,
pasar uang dunia, kekuasaan untuk memanfaatkan sumberdaya alam, media
komunikasi, senjata penghancur masal. Dan bagaimanakah dampak globalisasi ini
pada pendidikan?
Memasuki abad ke-21 isu tentang perbaikan sektor
pendidikan di Indonesia mulai mencuat ke permukaan. Bahkan upaya advokasi untuk
jalur pendidikan yang dikelola oleh beberapa departemen teknis, dengan tuntunan
social equity sangat kuat, karena
semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan merupakan unsur-unsur yang memberikan
kontribusi terhadap rata-rata hasil pendidikan secara nasional. Dengan
demikian, kelemahan proses dan hasil pendidikan dari jalur pendidikan akan
mempengaruhi proses indeks keberasilan pendidikan secara keseluruhan.[4]
Bersamaan dengan hal itu, prestasi pendidikan di
Indonesia tertinggal jauh di bawah negara-negara lainnya, baik dalam aspek
angka partisipasi pendidikan, maupun rata-ratanya lamanya setiap anak
bersekolah. Bahkan dilihat dari indeks SDM, yang salah satu indikatornya adalah
sector pendidikan, posisi Indonesia kian turun dari tahun ke tahun. Padahal
Indonesia kini sudah menjadi bagian dari masyarakat dunia. Lemahnya SDM hasil
pendidikan berdampak pada lambannya Indonesia bangkit dari keterpurukannya
dalam sektor ekonomi yang merosot secara signifikan pada tahun 1998. Hal ini
diakibatkan oleh kekeliruan dalam pembangunan yang berjalan cukup lama pada
masa orde baru yang menekankan pada pembangunan fisik dan kurang memperhatikan
pembinaan sumber daya manusia. Dan hal tersebut berdampak besar terhadap
perkembangan pendidikan.
Globalisasi
merambah dunia pendidikan melalui beberapa bentuk. Pertama, efisiensi
dan dan produktifitas tenaga kerja senantiasa dikaitkan latar belakang
pendidikan yang dimiliki. Kedua, terjadi pergeseran kurikulum yang bersifat child centered atau subject centered berubah kearah kurikulum yang bersifat economy-centered vocational training.
Ketiga, pendidikan bergeser dari pelayanan umum menjadi komoditas ekonomi.
Akibatnya peran, kemampuan dan tanggung jawab pemerintah semakin terbatas.
Hal tersebut membentuk pola pikir materialistic
terhadap masyarakat, yang menimbulkan konsekwensi pendidikan bahwa segala aspek
pendidikan akan diarahkan dan difokuskan untuk mengembangkan pertumbuhan
ekonomi sehingga hal-hal yang bersifat noneconomic akan dikesampingkan. Dan hal
ini akan membentuk focus lembaga
pendidikan pada client dan customer yang memiliki arti “donator”.
Sehingga lembaga pendidikan akan senantiasa didikte oleh kekuatan penyandang
dana dan tidak lagi mempersoalkan masalah etika dan pengkajian yang kritis.[5]
Selain itu lembaga-lembaga pendidikan akan dipegang oleh orang-orang yang
mempunyai modal, dan orang-orang yang kurang mampu akan mendapatkan pendidikan
yang ala kadarnya. Dan terciptalah suatu pandangan bahwa pendidikan milik orang
yang berduit. Dapat dilihat dari Indikasinya,
yakni bisnis pendidikan
mulai dirasakan. Maraknya pembukaan program ekstensi atau non-reguler di PTN
(Perguruan Tinggi Negeri) ada kecenderungan untuk memperoleh dana ketimbang
untuk demokratisasi pendidikan. Sehingga pendidikan semakin elit. Membesarnya
pemungutan biaya yang relatif tinggi tampaknya belum diikuti dengan peningkatan
mutu pendidikan. Karena nuansa bisnisnya semakin menguat, maka orang juga mulai
mempertanyakan eksistensi lembaga pendidikan sebagai lembaga pelayanan publik. Fenomena lain berbagai gedung pendidikan
beralih fungsi menjadi pusat bisnis.
Masalah mahalnya
pendidikan antara lain disebabkan kurang adanya komitmen dari pemerintah maupun
partai politik untuk memprioritaskan bidang pendidikan. Ini terlihat dari
anggaran pendidikan yang sangat minim. Negara sebagai penanggung jawab utama
pendidikan nasional seharusnya menyediakan fasilitas pendidikan yang realistik
dan memadai. Secara normatif dalam sejarah pernah ada kebijakan negara yang
mengamanatkan anggaran pendidikan 25% dari APBN (Tap MPRS No. XXVII
/MPRS/1966). Begitu pula di era reformasi UUD 1945 mengamanatkan anggaran
pendidikan 20 % dari APBN. Dalam kenyataan empirik dana pendidikan dewasa ini
diperkirakan hanya sekitar 4 % dari APBN.
Pendidikan Indonesia
telah didominasi politik yang merupakan akibat adanya transisi politik dari
system otoriter ke system demokrasi. Pendidikan yang semula dikelola secara
sentralisasi berubah ke arah system desentralisasi. Dan kewenangan pengambilan
keputusan didistribusikan ke pemerintah propinsi, pemerintah kota bahkan
didistribusikan lansung ke sekolah. Hal ini diharapkan akan lebih sesuai dengan
kebutuhan sekolah dan dapat meningkatkan proses demokratisasi dengan mendorong
partisipasi masyarakat. Akan tetapi terdapat berbagai hambatan yang terutama
disebabkan oleh kalangan birokrat sendiri yang disebabkan mereka ini tidak
memahami dengan benar hakekat desentralisasi pendidikan. Bisa disebut kontra
produktif dengan upaya demokratisasi.
Disamping itu, dunia
pendidikan Indonesia masih terjerat pada hal-hal teknis, warisan dari orde
baru, seperti penekanan yang berlebihan terhadap standar yang dicapai peserta
didik, kualitas kelulusan harus dapat diukur dan diperbandingkan baik didalam
sekolah, propinsi, maupun luar propinsi, dan menegakkan disiplin
atasperaturan-peraturan yang bersifat birokratis dari pada edukatif.
Selain itu, selama ini
pendidikan menanamkan pandangan bahwa belajar adalah untuk menghadapi ujian.
Ujian merupakan derajat tertinggi yang harus dikuasai dan dilalui. Makna
belajar sudah menjadi semakin sempit dan dangkal. Pendidikan melupakan betapa
pentingnya memperhatikan dan memberikan penghargaan kepada peserta didik dalam
rangka mengembangkan potensi yang dimiliki masing-masing individu secara
optimal.
Dalam pergerakan arus globalisasi, pendidikan di
Indonesia menghadapi dua masalah besar sekaligus, yakni persoalan internal dan
eksternal. Secara internal pendidikan di
Indonesia masih dihadapkan dengan synergy berbagai regulasi yang dihasilkan,
lemahnya synergy berbagai kebijakan system yang telah dihasilkan oleh
pemerintah. Sedangkan secara eksternal, berbagai tantangan dan peluang justru
menunggu peningkatan kualitas hasil pendidikan agar mereka kompentitif. Dan
untuk itu pendidikan di Indonesia ditutut untuk menghasilkan lulusan yang
kopetitif yang memiliki skill, keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan
kebutuhan pasar.
Skill dan keterampilan adalah hak semua anak bangsa,
semua siswa berhak memperoleh keterampilan, dan skill untuk memasuki pasar
tenaga kerja sebagaimana mereka juga berhak untuk memasuki jenjang pendidikan
yang setinggi-tingginya. Untuk itu, lembaga pendidikan harus mempersiapkan para
siswa dengan berbagai pengalaman, wawasan, keterampilan serta basis keilmuan
yang memadai. Sekolah bukanlah sebuah formalitas untuk memiliki ijazah,
melainkan proses penguatan kompetensi.
C. Implementasi demokrasi
pendidikan
1.
Demokratisasi
Pendidikan
Nilai-nilai dan cita-cita demokrasi, dalam era modern,
merebak hampir bersamaan dengan revolusi industry. Karena sudah bukan hal yang
tabu, revolusi industry melahirkan berbagai perubahan dalam kehidupan, baik
lingkup keluarga dan dalam hubungan kerja yang menyebabkan kehidupan yang
bersifat individualistic, sehingga masyarakat memerlukan tatanan social yang
baru yang harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dan cita-cita demokrasi.[6]
Untuk membentuk lembaga pendidikan yang sesuai dengan
proses globalisasi harus melakukan berbagai upaya dengan mengadaptasi argument
William J. Mathis, yaitu:
a.
Perubahan pola pikir
masyarakat akibat demokratisasi yang terus berpenetrasi pada seluruh aspek
kehidupan, sehingga sekolah harus mampu memberikan layanan kepada masyarakat
konstituennya secara fair, karena mereka adalah stake holder-nya, dan sekaligus client
dari sekolah tersebut. Masyarakat adalah konstributor terhadap sekolah, dan
mereka memiliki hak untuk dilayani.
b.
Perubahan dunia
semakin cepat, dan para siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi berbagai
perubahan tersebut. Tantangan terdepan adalah keragaman permintaan pasar, dan
sekolah harus mampu mempersiapkan orang-orang yang mengisi kebutuhan tersebut.
Dan sumber daya manusia yang diterima oleh sekolah juga mengandung keberagaman,
sehingga tidaklah fair apabila semua siswa harus memiliki hanya satu
keterampila yang sama.
c.
Kemajuan
tekhnologi dalam semua sector industry dan pelayanan akan menggeser posisi
manusia. Dengan demikian pendidikan harus mempersiapkan SDM agar tidak tergeser
oleh alat-alat modern tersebut.
d.
Peranan wanita
semakin menguat dan posisi wanita tidak lagi marginal. Mereka memiliki hak dan
peluang yang sama dalam hal pekerjaan dan karir. Tidak ada deskriminasi atas
dasar gender.
e.
Pemahaman
doktrin keagamaan kian terbuka dan inklusif. Agama tidak menjadi halangan untuk
kemajuan, tetapi justru mendorong perubahan-perubahan untuk perbaikan.
f.
Pekembangan
ekonomi yang semakin mengglobal dan peran media masa yang semakin menguat.
Dari gambaran diatas dapat kita suatu upaya dalam
demokratisasi pendidikan. Peran pendidikan dalam mewujudkan demokratisasi
adalah mengembangkan kepribadian dan watak individu bagi terwujudnya warga
Negara yang baik. The Association for Education in Citizenship (1947)
menegaskan bahwa setiap peserta didik hendaknya:
a.
Diberikan
kesempatan penuh mengembangkan dirinya sendiri sebagai seorang individu yang
memiliki kepribadian sehingga mampu menikmati hidupnya dengan mengembangkan
kemampuannya sendiri dan dapat hidup sesuai dengan realita yang dihadapi.
b.
Memiliki
kemampuan memainkan peran peran social dan politik secara aktif sebagai warga
masyarakat.
c.
Disiapkan dengan
kemapuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan minat dan interesnya.
d.
Dikembangkan
kemampuannya untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat dan
budayanya dengan senantiasa meningkatkan kemampuan dan kreativitasnya.
Dalam kaitannya dengan pendidikan demokrasi, Snauwaret
(2001) berpendapat bahwa pendidikan demokrasi senantiasa harus berdasarkan diri
terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan, dan menitik beratkan pada tujuan untuk
mengembangkan pada diri peserta didik emphaty, respek pada yang lain, dan
memiliki pandangan sebagai warga Negara, bangsa dan global.
Demokrasi suatu system social politik yang menekankan
bahwa kebebasan individu harus disertai tanggung jawab. Oleh karena itu,
demokrasi senantiasa menekankan keberadaan pendidikan yang memadai untuk
mengembangkan sikap dan perilakudisiplin warga bangsa. Tanpanya, kebebasan yang
dimiliki warga harus dibayar dengan mahal dan akan menciptakan anarki.[7]
Demokrasi yang didasarkan pada keyakinan akan martabat
dan kehormatan setiap individu hanya akan berhasil apabila didampingi dengan
pendidikan yang bertujuan mengembangkan manusia seutuhnya. Oleh karena itu,
pendidikan demokrasi harus menekankan pada pengembangan intelektual skill yang
ditekankan pada critikcal thinking
peserta didik, personal skill dikembangkan pada percaya diri dan political self efficacy, dan social skill ditekankan empati dan respek pada
orang lain, kemampuan untuk berkomunikasi dan memiliki toleransi. Dan hal ini
akan terjadi apabila sekolah dapat menstransfer pengajaran yang bersifat
akademis sempit kedalam realitas kehidupan yang amat luas di masyarakat.
Dan secara singkatnya, pendidikan demokrasi memiliki
empat tujuan:
1.
Mengembangkan
kepribadian peserta didik sehingga memiliki sikap empati, respek, toleransi dan
kepercayaan pada orang lain.
2.
Mengembangkan
kesadaran selaku warga suatu bangsa dan warga dunia.
3.
Meningkatkan
kemampuan mengambil keputsan secara rasional efisiensi individu.
4.
Meningkatkan
kemampuan berkomunikasi diantara sesama warga.
Pendidikan untuk demokrasi memerlukan dua hal: kultur
sekolah dan kurikulum, khususnya ilmu pengetahuan social yang memadai untuk
mengembangkan demokrasi. Kultur sekolah dan dinamika hubungan serta interaksi
yang terjadi disekolah merupakan factor yang amat penting bagi setiap peserta
didik untuk menghayati the way of life dan
nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan antar pribadi diantara mereka. Dan
pendidikan demokrasi akan berjalan apabila sekolah itu sendiri bersifat
demokratis, memiliki kultur demokrasi yang mengilhami nilai-nilai, cita-cita,
prinsip-prinsip yang akan mendorong setiap warga sekolah dalam praktek
sehari-hari akan mencerminkan suatu kehidupan social yang demokratis. Selain
itu kurikulum sebagai jantung pendidikan
harus memberikan kesempatan peserta didiki untuk memperoleh pengalaman untuk
mengembangkan watak, keyakinan, cita-cita, dan sikap serta perilaku yang cocok
dengan nilai-nilai demokrasi.[8]
2. Pengembangan demokratisasi
kurikulum
Kurikulum
yang bisa mengantarkan siswa sesuai dengan harapan idealnya bukan hanya
kurikulum yang dipelajari saja tatapi merupakan kurikulum yang secara teoritis
bisa mempengaruhi siswa, baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana kelas,
pola interaksi guru dan siswa dalam kelas, bahkan pada kebijakan dan menanjemen
sekolah secara lebih luas. Kurikulum merupakan jantung pendidikan. Sehingga
kurikulum selalu mengalami pengembangan agar kemampuan siswa dapat sesuai
dengan tuntutab dan tantangan perkembangan zaman.
Kurikulum
pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu : tujuan-tujuan pendidikan,
isi pendidikan, penglaman belajar, dan penilaian. Interelasi antara keempat
aspek tersebut serta antar aspek-aspek tersebut dengan kebijakan pendidikan
perlu selalu mendapat perhatian dalam pengembngan kurikulum[9].
Pengembangan
kurikulum merupakan proses yang komplek terdiri dari berbagai kegiatan
mengakses kebutuhan, mengidentifikassi harapan hasil belajar, mempersiapkan
proses pembelajaran untuk mencapai outcome hasil belajar dan menyesuaikan
program pembelajaran dengan budaya, sosial dan berbagai kebutuhan orang-orang
yang untuk merekalah kurikulum tersebut disiapkan[10].
Dalam pengembangan kurikulum terdapat berbagai aspek yang harus dianalisis
antara lain
a. Kebijakan,
yakni kebijakan pokok tentang kurikulum itu sendiri yang meliputi tujuan,
struktur kurikulum dan prosedur penyusunan kurikulum.
b. Standar
kelulusan yang diharapkan serta pencapainnya. Keduanya harus dianalisis untuk
mencari kesenjangan antara keduanya.
c. Mengakses
berbagai opsi rumusan tujuan dengan orang-orang terkait untuk menetapkan
prioritas yang akan dijadikan rumusan akhir dalam kurikulum.
Pengembangan
kurikulum harus didasarkan pada hasil analisis terhadap berbagai permintaan
klien. Klien utama sekolah adalah siswa, merekalah yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, dengan
menganalisis tingkat usia, kemampuan intelegensi, latar belakang yang terkait
dengan pengembangan kurikulum pada mata pelajaran tertentu, arah kompetensi
yang akan diberikan, cita-cita ke depan serta berbagai permasalahan yang
dihadapi siswa.
Selain
siswa, masyarakat juga berpengaruh dalam pengembangan kurikulum. Yakni
masyarakat yang lekat dengan sekolah yaitu orang yang menginspirasi sekolah dalam
menyusun kurikulumnya untuk
konservasi maupun perubahan ke arah kemajuan[11].
Kendatipun demikian, aspek konsep keilmuan tidak bisa dikorbankan. Pengembangan
kurikulum harus tetap memperharikan struktur kelimuan, karena siswa harus
diberi pelajaran yang benar dalam setiap bidang ilmu, sehingga mereka memiliki
peluang untuk mengembangkan ilmu tersebut.
Pengembangan
kurikulum merupakan tugas rutin dari sekolah, karena harus dilakukan secara
reguler, berkala dan konsisten. Oleh sebab itu, sekolah harus mempunyai tim
yang bertanggung jawab dalam pengembangan
kurikulum. Mereka harus banyak menyerap banyak informasi dari siswa, orangtua
serta berbagai kalangan terkait dengan kurikulum sehingga mampu merekontruksi
kurikulum sekolah yang mempunyai validitas dengan dukungan masyarakat yang
sangat kuat. Hasil kajian tim inilah yang akan diimplementasikan oleh guru
dalam kelas.
3. Manajemen
Berbasis Sekolah
Manajemen
berbasis sekolah merupakan salah satu isu yang kuat didorong ke permukaan dalam
konteks implementasi. Keberhasilan manajemen berbasis sekolah di beberapa negara maju kini mulai nampak
pada negara-negara berkembang,bahkan Indonesia yang kini sedang melakukan
reformasi pendidikan, mengangkat konsep manajemen berbasis sekolah sebagai
salah satu paket dari paket reformasi pendidikan.
Menurut
Joseph Murphy manajemen berbasis sekolah merupakan sebuah proses formal yang
melibatkan kepala sekolah, guru, siswa, orangtua, dan masyarakat yang berada
dekat dengan sekolah dalam
proses pengambilan berbagai keputusan[12]. Manajemen berbasis
sekolah ini diadopsi dan diangkat ke permukaan sebagai sebuah subsitusi
terhadap pola pengambilan berbagai kebijakan pengembangan sekolah, dari mulai
kurikulum, strategi, evaluasi dan berbagai sarana pembelajaran lainnya, yang
semula lebih banyak ditentukan oleh pemerintah pusat atau daerah. Dalam
manajemen berbasis sekolah, semua itu lebih banyak digagas oleh sekolah.
Kewenangan
sekolah untuk
secara otonom memutuskan sendiri bersama mitra horisontalnya ada lima perkara,
yaitu :
a.
Perumusan berbagai
tujuan merupakan otoritas yang seharusnya diotonomisasikan pada sekolah, karena
sekolah sangat mengetahui apa yang harus diperbaiki, ditingkatkan atau diadakan
serta dikembangkan.Dalam pola manajemen berbasis sekolah, penyusunan
program-program strategis yang harus berbasis pada kenyataan sekolah dan
harapan-harapan klien, analisis kebutuhan dan permintaan klien harus dilakukan
dengan menganalis kebutuhan dan permintaan stage
holder sekolahnya sendiri
0 komentar:
Posting Komentar