Minggu, 18 September 2011


PROGRESIVISME

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Progresivisme sebagai salah satu teori pendidikan, muncul sebagai bentuk reaksi terhadap pola pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan susastra klasik peradaban Barat.[1] Aliran ini mendukung pemikiran baru yang dipandang lebih baik bagi kemajuan yang akan datang.
Progresivisme, yang merupakan sebuah aliran filsafat pendidikan ini lahir dari dunia barat. Karena kelahiran progresiviseme yang dari dunia barat inilah menyebabkan progresivisme memiliki corak epistimologi khas barat. Walaupun demikian, bukan berarti progresivisme tidak dapat diterapkan di dunia timur.
Aliran progresivisme mendorong perubahan-perubahan yang ada dalam dunia pendidikan. Aliran ini mampu mempengaruhi pandangan intelektual tokoh-tokoh dunia dan sekaligus memicu perkembangan teori-teori pendidikan Yaitu dunia pendidikan yang memerlukan kemodernan di dalamnya. Dunia pendidikan yang dapat menjawab laju pertumbuhan teknologi yang semakin hari semakin cepat.
Pertumbuhan dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, menuntut pendidikan harus lebih cepat untuk maju dan survive. Sehingga pendidikan adalah jawaban dari banyak hal yang merintangi dalam roda perjalanan kehidupan.
Sehubungan dengan itu, bagaimana aliran progresivisme ini memandang esensi dari pendidikan itu sendiri sebagai bagian pokok dari kelahiran kemajuan guna survive dalam setiap nafas kehidupan yang senantiasa mengalami kemajuan dan perkembangan yang begitu cepat?
Lalu bagaimana implikasi dari konsep aliran progresvisme ini terhadap pendidikan serta bagaimana pula kurikulum yang terpengaruh dengan prinsip-prinsip aliran progresivisme? Hal inilah yang menjadikan progresivisme menjadi lebih menarik dalam setiap pokok pembahasannya.
Selangkah lebih maju dari aliran sebelumnya, progresivisme memberikan jawaban atas beberapa masalah yang ada dalam pendidikan sebagai arah pokok kemajuan itu sendiri. Progresivisme mencoba menjawab kemajuan jaman dengan pendidikan yang berpusat pada kemajuan itu sendiri.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, secara sederhana dapat dirumuskan inti permasalahan yang menjadi pokok bahasan makalah ini, yaitu:
1.         Bagaimana latar belakang munculnya aliran filsafat progresivisme?
2.         Apa esensi pendidikan menurut aliran filsafat progresivisme?
3.         Bagaimana implikasi aliran filsafat progresivisme terhadap pendidikan?

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Munculnya Progresivisme
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsaat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan atau perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.[2]
Progresivisme dalam pendidikan adalah bagian dari gerakan reformasi umum ssosial-politik yang menandai kehidupan Amerika di akhir abad XIX dan awal abad XX, disaat Amerika berusaha menyesuaikan diri dengan urbanisasi dan industrialisasi masif.[3]
Progresivisme sebagai sebuah teori pendidikan muncul sebagai bentuk reaksi terbatas terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan kesusastraan klasik peradaban Barat. Pengaruh intelektual utama yang melandasi pendidikan progresif adalah John Dewey, Sigmund Freud, dan Jean Jacques Rousseau.
Dewey menjadikan sumbangan pemikirannya sebagai seorang filsuf aliran pragmatik yang menuliskan banyak hal tentang landasan-landasan filosofis pendidikan dan berupaya menguji keabsahan gagasan-gagasannya dalam laboratorium sekolahnya di Universitas Chicago. Dengan demikian pragmatime kiranya dapat dilihat sebagai pengaruh utama dalam teori pendidikan progresif.
Pengaruh kedua adalah teori psikoanalisis Freud. Teori Freudian menyokong banyak kalangan progresif dalam mencuatkan suatu kebebasan yang lebih bagi ekspresi diri diantara anak-anak dan suatu lingkungan pembelajaran yang lebih terbuka dimana anak-anak dapat melepaskan energi dorongan-dorongan instingtif mereka dalam cara-cara kreatif.
Pengaruh ketiga adalah karya Emile (1762) Rousseau. Karya ini secara khusus menarik hati kalangan progresif yang menentang terhadap adanya campur tangan orang-orang dewasa dalam menetapkan tujuan-tujuan pembelajaran atau kurikulum subjek didik.
Perlu dicatat bahwa penekanan child centered (berpusat pada subjek didik) kiranya lebih sesuai dengan pemikiran Rousseau dan Freud daripada dengan pemikiran Dewey, sekalipun Dewylah yang secara umum menerima cercaan lantaran berbagai kritik pada pendidikan progresif. Pengaruh-pengaruh intelektual yang mendasar itu kemudian dikembangkan ke dalam teori pendidikan progresif dan dipraktekan di sekolah secara aktif.
Teori progresif dalam keutuhannnya tidak prnah menjadi praktik utama dalam lingkup luas sistem-sistem sekolah, apa yang diadopsi adalah serpihan-serpihan progresivisme yang dicampur dengan metode-metode lain dalam corak elektik.
Kalangan progresif, tidak dilihat sebagai sebuah kelompok yang terpadu dan seragam menyangkut semua persoalan teoritis. Walaupun dalam  kenyataannya para kalangan progresivisme sama-sama menentang terhadap praktik-praktik sekolah tertentu (yang masih menggunakan corak pemikiran tradisional dalam pelaksanaannya). Allan Ornstein menuliskan bahwa mereka (kalangan progresivisme) secara umum mencerca hal-hal berikut:
1.      Guru yang otoriter
2.      Terlalu bertumpu pada text books atau metode pengajaran yang berorientasi buku
3.      Belajar pasif dengan penghafalan informasi dan data faktual
4.      Pendekatan empat dinding bagi pendidikan yang berusaha mengisolasikan pendidikan dari realitas sosial, dan
5.      Pengunaan hukum menakutkan atau fisik sebagai suatu bentuk pendisiplinan.
Kekuatan organisasional utama progresivisme dalam pendidikan adalah Asosiasi Pendidikan Progresif (1919-1955 M). Pendidikan progresif harus dillihat, baik sebagai gerakan terorganisir maupun sebagai teori. Jika seseorang berupaya memahami sejarah dan pengaruhnya. Dalam kedua sisi itu, pendidikan progresif mencuatkan isi prinsip-prinsip pokok. Beberapa ide gagasan progresif telah diperbarui dalam humanisme pendidikan akhir dekade 1960-an dan awal 1970-an.[4]
Progressivisme sebagai ajaran filsafat mempunyai watak yang dapat digolongkan sebagai berikut:[5]
1.      Negative and diagnostic yang berarti: bersikap anti terhadap otoritarianisme dalam absolutisme dalam segala bentuk baik yang kuno maupun yang modern, yang meliputi semua bidang kehidupan manusia : agama, moral, social, politik dan ilmu pengetahuan, dan ciri kedua
2.      Positive and remedial, yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampun manusia sebagai subyek yang memiliki potensi-potensi alamiah, terutama kekuatan-kekuatan self-regenerative untuk menghadapi dan mengatasi sebuah problem hidupnya.
Latar belakang ide-ide filsafat Yunani, baik Heraklitos maupun Socrates, bahkan juga Protagoras amat mempengaruhi aliran ini.
Ide Socrates yang menyatukan nilai ilmu pengetahuan dengan prinsip-prinsip moral, dianggap berpengaruh atas progressivisme. Karena ilmu kebaikan manusia tercapai, menjadikan ilmu mempunyai nilai ethis, nilai bina kepribadian. Dan kepribadian ideal ialah yang berilmu dalam arti demikian, sebab ilmu dan kebaikan pribadi adalah identik.
Filosof Prancis Bacon telah menanamkan asas metode experiment yang kemudian menjadi metode utama dalam filsafat pendidikan progressivisme. John Locke, tidak saja teorinya tentang empirisme yang menekankan factor luar yang amat dominan dalam pembinaan kepribadian. Tapi juga teorinya tentang asas kemerdekaan, lebih-lebih yang dilaksanakan sebagai kemerdekaan politik yang menghormati hak asasi manusia sebagai pribadi. Demikian pula Rousseau yang meyakini kebaikan kodrat manusia, yang menghormati perkembangan alamiah anak.
Akhirnya tokoh-tokoh pelopor bangsa Amerika seperti Benjamin Franklin, Thomas Paine, Thomas Jefferson telah mempengaruhi progressivisme dalam sikapnya yang menentang dogmatism, dan sikap positif yang menjunjung hak asasi individu dan nilai-nilai demokrasi.
Di samping pengaruh-pengaruh tokoh filsafat diatas, ada pula pengaruh kebudayaan yang secara khusus ditulis oleh Brameld sebagai tiga factor kebudayaan yang berpengaruh atas perkembangan progresivisme.
1.      Revolusi Industri
Revolusi industry adalah istilah yang dipakai untuk suatu era dari ekonomi modern yang merubah keadaan social politik manusia. Era ini ditandai dengan kemerosotan feodalisme dan timbulnya serta matangnya kapitalisme.
2.      Modern Science
Sumbangan utama ilmu pengetahuan modern yang amat bermanfaat bagi filsafat progressivisme ialah dalam kekuatan metode-metode baru dalam membina kemampuan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Yakni cara-cara yang timbul dan berkembang didalam kondisi-kondisi lingkungan hidup itu sendiri seperti pengujian terhadap suatu teori, analisa dan proses kejelasan sesuatu, dan control atas induksi makin utama dibandingkan dengan metode deduksi.
3.      Perkembangan Demokrasi
Seperti juga perkembangan industry dan science, maka perkembangan masyarakat demokrasi amat berpengaruh atas kebudayaan modern umumnya, khususnya kepada progressivisme. Malahan ketiga bidang itu, industry, science dan demokrasi langsung ataupun tak langsung mempunyai pengaruh satu sama lain.

B.     Esensi Pendidikan
Pengertian dasar yang menjadi ciri dari aliran ini adalah progres yang berarti maju. Progresivisme lebih mengutamakan perhatiannya ke masa depan daripada ke masa lalu.
Progresivisme memandang bahwa kemajuan yang telah dicapai oeh manusia dewasa ini karena kemampuan manusia dalam mengembangkan berbagai ilmu. Ini meliputi ilmu-ilmu sosial, budaya, maupun ilmu pengetahuan alam.
Contoh untuk menjelaskan pandangan progresivisme tersebut dapat diambil dari antropologi dan psikologi. Dari antropologi dapat dipelajari bahwa manusia membentuk masyarakat, mengembangkan kebudayaan, dan telah berhasil untuk terus membina kehidupan dan peradaban. Kehidupan dan dan peradaban yang dibina oleh manusia itu selalu diupayakan untuk mendapat kemajuan.
Dari psikologi dapat dipelajari bahwa manusi mempunyai akal budi. Dengan kemampuan pikirannya dan pengembangan imajinasinya ternyata manusia mampu kreatif untuk meringankan hidupnya dengan ciptaannya. Semuanya itu digunakan untuk meraih kemajuan dalam kehidupannya.
Dalam perkembangannya sampai dewasa ini, progresivisme mempunyai dua corak, yaitu yang disebut seleksi natural (natural srlection) dan eksperimentalisme (experimentalism). Corak seleksi natural diadaptasikan dari darwinisme sosial, sedangkan eksperimentalisme bersumber pada teori pendidikan John dewey.[6]
Aliran ini sangat berpengaruh dalam pembahasan pendidikan yang di dorong oleh aliran naturaisme dan eksperimentalisme, instrumentalisme, evironmentalisme, dan pragmatisme sehingga penyebutaan nama progresivisme sering disebut salah satu dari nama-nama aliran tadi. Progresivisme dalam pandangannya selalu berhubungan dengan pengertian “the liberal road to culture” yakni liberal dimaksudkan sebagai fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin mengetahui dan menyelidiki demi pengembangan pengalaman.[7]


Ciri-ciri utama aliran progresifisme antara lain:[8]
1.      Manusia sebagai subjek yang memiliki kemampuan menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya.
2.      Manusia mempunyai kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan mengancam manusia itu sendiri.
3.      Pendidikan dianggap mampu untuk mengubah dan menyelamatkan manusia demi masa depan.
Menurut progresivisme proses pendidikan mempunyai dua segi, yaitu psikologis dan sosiologis. Dari segi sosiologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan. Psikologisnya seperti yang ada di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan Pragmatisme. Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui ke mana tenaga-tenaga itu harus dibimbing.[9]
Tujuan umum pendidikan adalah warga masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannnya lebih mengutamakan bidang-bidang studi seperti IPA, Sejarah, Keterampilan, serta hal-hal yang berguna atau langsung dirasakan oleh masyarakat.
Metode scientific lebih dipentingkan daripada memorisasi. Praktek kerja di laboratorium, di bengkel, di kebun/lapangan, merupakan kegiatan yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya “learning by doing” (belajar sambil bekerja, terintegrasi dalam satu unit).
Sikap progresivisme yang memandang segala sesuatu berdasarkan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersikap eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Kurikilum haruslah terbuka kemungkinan adanya peninjauan dan penyempurnaan. Fleksibilitas ini dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk memperhatikan tiap anak didik dengan sifat-sifat dan kebudayaan masing-nasing. Selain ini semuanya diharapkan dapat sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
Oleh karena sifat  kurikulum yang tidak baku dan dapat di revisi ini, maka jenis yang memadai adalah kurikulum yang “berpusat pada penggalaman”. Selain itu, menurut pogresivisme, yang dapat dipandang maju adalah tipe yang di sebut “core curriculum” ialah sejumlah pengalaman belajar di sekitar pengalaman umum.[10]
Secara umum terdapat beberapa prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme, antara lain:[11]
1.      Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup. Kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang mencakup interpretsi dan rekontruksi pengalaman. Anak akan memasuki situasi belajar yang disesuaikan usianya dan berorientasi pada pengalaman. Tidak ada tujuan umum dan akhir pendidikan. Pendidikan adalah pertumbuhan berikutnya.
2.      Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak  dan minat individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi “child centered”, dimana proses belajar ditentukan terutama oleh anak. Secara kodrati anak suka belajar apa saja yang berhubungan  dengan minatnya, atau untuk memecahkan masalahnya. Begitu pula pada dasarnya anak akan menolak apa yang dipaksakan kepadanya. Anak akan belajar dan mau belajar karena merasa`perlu, tidak kkarena terpaksa oleh orang lain. Anak akan melihat relevansi dari apa yang dipelajari terhadap kehidupannya, bahan juga terhadap konsepsi kehidupan orang dewasa.
3.      Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden terhadap pemberian subjeck matter. Jadi, belajar harus dapat memecahkan masalah yang penting  dan bermanfaat bagi kehidupan anak. Dalam memecahkan masalah, anak dibawa berpikir melewati beberapa tahapan, yang disebut metode berpikir ilmiah sebagai berikut:
a.       Anak menghadapi keraguan, merasakan adanya masalah
b.      Menganalisis masalah tersebut, dan menduga atau menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin
c.       Mengumpulkan data yang akan membatasi dan memperjelas masalah
d.      Memilih dan menganalisis hipotesis
e.       Mencoba, menguji, dan membuktikan.
4.      Peran guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa. Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari. Anak harus diizinkan untuk merencanakan perkembangan diri mereka sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar.
Di sisi lain dengan pengalaman guru yang lebih banyak dari peserta didik menempatkannya pada posisi sebagai pemandu di wilayah yang pernah ia lalui, sebagai nasihat peserta didik ketika mengalami jalan buntu. Guru juga sebagai pengawal perjalanan di lingkungan baru yang berubah, berkembang, secara terus-menerus.
5.      Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan persaingan. Manusia pada dasarnya sosial, dan keputusan yang paling besar pada manusia karena ia berkomunikasi dengan yang lain. Progresivisme berpandangan bahwa kasih sayang dan persaudaraan lebih berharga bagi pendidikan dari pada persaingan dan usaha pribadi. Karena itu, pendidikan adalah rekontruksi manusia dalam kehidupan sosial. Persaingan tidak ditolak, namun persaingan tersebut harus mampu mendorong pertumbuhan pribadi.
6.      Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan. Demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan saling berhubungan. Untuk mengajar demokrasi, sekolah sendiri harus demokratis. Sekolah harus menungkatkan “student goverment”, diskusi bebas tentang suatu masalah, partisipasi penuh dalam semua pengalaman pendidikan. Namun, sekolah tidak mengindoktrinasi siswa-siswa dengan tata sosial yang baru. 
                        Asas belajar menurut progressivisme[12] meliputi antara lain:
1.      Anak dan lingkungannya
                        Anak berada di dalam lingkungan yang selalu mengalami proses perubahan, perkembangan. Meskipun anak sebagai bagian integral dari lingkungannya, namun ia tetap mempunyai identitas sendiri yang berbeda dengan mahluk-mahluk alamiah yang manapun. Sebab anak memiliki potensi dan kemampuan inteligensi yang dapat memecahkan problem dalam kehidupannya. Dan proses pendidikan terutama dipusatkan untuk latihan dan penyempurnaan inteligesi.
2.      Living as Learning (kehidupan yang real sebagai proses belajar)
                        Belajar sesungguhnya bukan semata-mata terjadi di dalam sekolah, belajar terjadi di semua kesempatan dan tempat, jadi didalam masyarakat. Justru proses edukatif harus mampu mengalahkan pengaruh-pengaruh buruk yang ada didalam masyarakat dengan jalan mengimbangi kondisi masyarakat dengan kondisi-kondisi sekolah.

C.    Pandangan Terhadap Progresivisme
1.      Pandangan Ontologi
Thesis aliran ini tentang ontologi, tentang hakekat ekssistensi, realita, tersimpul dalam asas-asas sebagai berikut:
a.       Asas Herebyb atau Asas Keduniawian
Realita semesta sebagai kosmos dengan istilah “universe” berarti eksistensi yang sama  luas, tak terbatas. Tetapi realita kosmos yang demikian sungguh-sungguh realita, bukan dalam arti yang dimaksud oleh doktrin realita mutlak. Sebab realita kosmos itu adalah kenyataan di mana kehidupan manusia berada dan berlangsung.
b.      Pengalaman sebagai realita
Asas ontologinya yang didasarkan pada pengalaman adalah suatu dalil yang bersumber dalam teori evolusi. Pengalaman adalah perjuangan, sebab hidup sebenarnya adalah tindakan-tindakan dan perubahan-perubahan. Dalam proses ini, maka kesempatan, suatu yang tidak terduga-duga, suatu yang baru, suatu yang tak teramalkan selalu memegang peranan besar dalam peristiwa-peristiwa kehidupan. Manusia, sebagaimana juga mahluk-mahluk lain, akan tetap hidup dan berkembang jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan ; ia berarti bertindak.
c.       Pikiran (mind) sebagai fungsi manusia yang unik.
Binatang akan selalu dapat hidup di rimba karena kemampuan kodrati yang dimiliki seperti kekuatan, daya cium, daya tangkap yang kuat. Demikian pula manusia mampu hidup karena fungsi-fungsi jiwa yang ia miliki. Menurut progressivisme potensi inteligensi ini meliputi kemampuan mengingat, imaginasi, menghubung-hubungkan, merumuskan, melambangkan dan memecahkan persoalan-persoalan serta berkomunikasi (social dan intelek) dengan seamanya, Mind adalah suatu integritas didalam kepribadian, bukan suatu entity tersendiri. Eksistensi dan realita mind hanyalah didalam aktivitas, dalam tingkah laku. Mind ialah apa yang manusia lakukan. Dan mind pada prinsipnya adalah yang berperan didalam pengalaman.
2.      Pandangan Epistemologi
a.       Pengetahuan dan kebenaran
Suatu ide yang dapat dilaksanakan adalah suatu tujuan atau test atas kebenaran ide itu. Test ini adalah utuk mengetahui kualitas kebenaran suatu ide dalam arti sampai di mana ide itu berguna dan memenuhi harapan untuk menyesuaikan diri dengan tantangan-tantangan yang ada.
b.      Pengetahuan itu bersifat pasif
Pengetahuan ialah perbendaharaan informasi, fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip, proses, kebiasaan-kebiasaan yang terakumulasi didalam pribadi sebagai hasil proses antara reksi dan pengalaman-pengalaman.



c.       Kebenaran bersifat aktif
Kebenaran dianggap sebagai aktif, karena kebenaran adalah hasil tertentu dari pada pengetahuan, hasil pemilihan alternative-alternatif dalam proses pemecahan masalah.
d.      Intelegensi dan operasionalisme
Intelegensi dan metode oprasional adalah cirri utama dalam epistemologi progressivisme.
e.       Immediate dan Mediate Experience
1)     Immediate – experience
Kita menbhayati pengalaman ini dalam kesadsaran keseimbangan,. Misalnya dalam keadaan relax dalam ruang istirahat kita duduk membaca majalah.
2)     Mediate experience
Misalnya dalm keadaan relax itu terjadi, tiba-tiba ada telepon bordering. Kabar sedih kita terima, bahwa sahabat karib kita kecelakaan kendaraan.
3.      Pandangan Aksiologi
a.       Approach empiris
Progressivisme mengapproach masalah nilai secara empiris berdasarkan pengalaman-pengalaman real didalam kehidupan manusia.
b.      Approach artistik
      Pragmatisme, khususnya Dewey, amat menaruh perhatian pada studi estetika, nilai-nilai artistik. Sebab, artistik adalah suatu nilai yang memperkaya ekspresi manusia. Artistik adalah suatu energi pendorong kehidupan bagi umat manusia. Nilai-nilai artistik member isi dan kedalaman bagi pengalaman-pengalaman seseorang.
c.       Democracy as Value (demokrasi sebagai nilai)
      Bagi progressivisme, demokrasi ialah suatu pola dan program bagi seluruh scope kehidupan. Demokrasi ialah suatu perwujudan daripada nilai-nilai fundamental, sikap dan praktek-praktek. Demokrasi adalah nilai ideal yang wajib dilaksanakan sepenuhnya dalam semua bidang kehidupan termasuk didalam seni dan keagamaan.

D.    Implikasi dalam Pendidikan
Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan  yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.
Di dalam sekolah-sekolah progresivisme, masalah kemerdekaan untuk para siswa ini diutamakan sekali. Mereka di dorong dan diberanikan untuk memiliki dan bertindak melaksanakan kebebasan mereka. Mereka diberikan kemerdekaan berinisiatif dan percaya kepada diri sendiri, sehingga anak dapat berkembang pribadinya dengan wajar dan dapat pula memperkembangkan pribadinya dengan wajar.
Apabila kita tinjau dari sudut pragmatisme, maka aliran ini merupakan pelaksana terbesar dari pendidikan progresivisme. Kenyatan yang demikian itu yang telah dilambangkan dengan sebutan “progresivisme” merupakan  petunjuk untuk untuk melaksanakan pendidikan yang lebih maju dari sebelumnya.[13]
Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus-menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.[14] Serta tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus. Pendidikan bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik saja, melainkan yang terpenting adalah melatih kemampuan berpikir secara ilmiah.[15]
Kurikulum pendidikan yang dikehendaki oleh filsafat progrsivisme ialah kurikulum yang bersifat fleksibilitas (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), luas dan terbuka. Dengan berpijak pada prinsip ini, maka kurikulum dapat direvisi dan dievaluasi setiap saat sesuai dengan kebutuhan setempat. Maka kurikulum yang edukatif dan eksperimental atau tipe core curriculum dapat memenuhi tuntutan itu.[16]
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidunya selalu berinteraksi di dalam lingkungan yang komplek. Kurikulum eksperimental yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, dimana apa yang telah dipelajari anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dengan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan pemecahan masalah (problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengujikan hipotesa. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan interdisipliner.
Melalui proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum yang bersifat integrated kurikulum (masalah-masalah dalam masyarakat disusun terintegrasi) dengan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan metode problem solving (pemecahan masalah) diharapkan anak didik menjadi maju (progress) mempunyai kecakapan praktis dan dapat memecahkan problem sosial sehari-hari dengan baik.[17]

E.     Kritik Untuk Progressivisme
Tidak dapat dipungkiri progressivisme dapat melahirkan model pendidikan yang lebih peka terhadap kemajuan laju jaman. Progressivisme juga dapat menjawab beberapa persoalan dalam pendidikan (problem solving) sehingga pendidikan dapat berkembang sedikit lebih maju dibandingkan dengan pendidikan sebelumnya. Kurikulum yang berfilosofikan progressivisme  lebih berani dalam menyampaikan pengetahuan, sehingga pendidikan tampil dengan wajah yang lebih berwarna.
Pendidikan yang lebih maju (progress) yang berasaskan progressivisme bukan berarti tidak membawa dampak negative dalam pendidikan. Dampak nyata yang jelas-jelas dapat dilihat dan juga dirasakan dalam pendidikan progressivisme antara lain adalah : hadirnya sifat dan juga sikap individualism yang banyak ditemukan dalam masyarakat industry ataupun masyarakat perkotaan, rendahnya pengaruh guru / pembimbing dikarenakan guru / pembimbing dianggap sebagai fasilitator saja sehingga rasa hormat kepada guru berangsur-angsur luntur, menjadikan banyak siswa sebagai peserta didik perlahan-lahan meninggalkan warisan social / sejarah yang pernah ada.
Beberapa hal tersebut diatas dikarenakan progressivisme menekankan sisi pragmatis ataupun serba instan dan cepat saji, sehingga kurang memperhatikan norma yang ada. Yang mengakibatkan transfer of value dalam progressivisme hanya mementingkan sisi-sisi yang pragmatis serta serba instan dalam memecahkan masalah.











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat meghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran progesivisme mengakui dan mengembangkan asas progresivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua rintangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan dengan itu progresivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan  yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.

B.     Saran
Dalam kaitannya dengan pendidikn saat ini, masih sering kita jumpai, dibeberapa sekolah yang masih memandang anak didik sebagai objek pendidikan, dan masih menerapkan prinsip otoriter ddalam pelaksanaan  pendidikannya.
Oleh karena itu, seorang pendidik selain memandang anak didik sebagai objek pendidikan, tetapi juga sebaiknya memandang anak didik sebagai objek pendidikan yang mempunyai kompetensi dalam dirinya dalam rangka untuk mengembangkan potensi yang dia miliki.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. B. Hamdani. 1987. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang.
Barnadib, Imam.  1996. Dasar-dasar Kependidikan. Ghalia Indonesia.
Barnadib, Imam. 1998. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yoyakarta: Andi Offset.
Idi, Abdullah. Jalaluddin. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Median Pranata.
Indar, H. M. Jumberansyah. 1994. Filsafat Pendidikan. Surbaya: Karya Abditama.
R. Knight, George. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.
Sad Iman, Muis. 2004. Pendidikan Partisipatif. Yogyakarta: Safiria Insani Press.
Sadullah,Uyohh. 2007.  Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabe.
Syam, Mohammad Noor. 1980. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Jakarta: Erlangga.









[1] George. R. Knight, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal. 146.
[2]  Uyoh. Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabet, 2007), hal. 141-142
[3]  George. R. Knight, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal. 145.
[4] Ibid, hal. 145-148.
[5] Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila,(Jakarta: Erlangga, 1980), hal. 225.

[6] Imam Barnadib, Dasar-dasar`Keendidikan, (Ghalia Indonesia, 1996), hal. 19.
[7] H. M. Jumberansyah Indar, Filsafat Pendidikan, (Surbaya: Karya Abditama, 1994), hal. 130.
[8] Ibid, hal. 131-132.
[9] Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif, (Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2004), hal. 55.
[10] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, (Yoyakarta: Andi Offset, 1988), hal. 36-37.
[11]  Uyoh Sadullah, Op Cit, hal.148-150.
[12] Muhammad Nor Syam, Op Cit, hal. 210
[13] H. B. Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1987), hal. 146.
[14] Ibid. Hal 147.
[15] Ibid, hal. 77.
[16] Ibid, hal. 79.
[17] Ibid, hal. 80.

0 komentar: